Melangkah di setapak sore, sendiri dan sepi, menyeramkan dan sunyi. Alunan nada di terngiang di ruang hampa, segera membisukan pikiran yang riuh. Meniti langkah, mengotori sepatu. Seperti tanah kering yang merindukan setetes air, aku merindukannya.
Aku berjalan di jalan yang sama pada senja yang berbeda. Aku menyapa angin yang sama, namun kali ini aku sendirian, tanpanya. Aku berjalan di jalan yang sama dengan sekeping kenangan yang sedang mencari saudaranya yang hilang.
Kala itu dia datang seperti angin sejuk menghampiri di siang hari. Dia datang tiba-tiba seperti tamu tak diundang yang dengan berani melangkah masuk kedalam hidupku dan memberi warna baru di kanvas hitam putih milikku. Dia di sini saat kepalaku menoleh kesamping, di sini di sebelah pundakku, dengan tangan hangatnya menggenggam tanganku. Masih segar di lukisan memoriku, senyumnya yang khas dan tatapan matanya yang teduh, dan wangi vanilla yang masih bermain di indera penciumanku. Aku jatuh cinta pada senyum yang seolah menyiratkan "kaulah alasan dibalik ini", aku jatuh cinta pada mata cokelatnya yang seolah mengatakan "kaulah yang aku cari".
Disuatu ketika kenyataan menampar dan menarikku kembali berpijak di tanah. Aku terlalu terpana dengan mata itu sampai aku tidak peduli lagi ia tidak nyaman aku tatap. Tanganku terlalu nyaman dengan hangat tangannya hingga aku tidak lagi sadar telah menggenggam terlalu erat. Aku terlalu menyayangimu sampai aku tidak tahu kau sudah lama pergi meninggalkanku, bahwa kau tidak lagi disini bersamaku.
Untukmu, masa lalu terindahku, sebuah kenangan yang sering aku tuang dalam puisi dan cerita karyaku. Aku rindu kau yang selalu ada disana saat aku membutuhkan sosok dirimu. Aku rindu menjadikanmu orang pertama yang aku telfon saat aku menangis dan orang pertama yang aku ajak tertawa saat aku bahagia. Aku rindu kau yang selalu ada menemani dan mendengarkan celotehan rancu yang keluar dari mulutku. Aku rindu tingkah menyebalkanmu, aku rindu semuanya tentangmu, tentang kita, tentang kenangan yang dulu.
Hari akan bergulir, tahun pun akan berlalu, tapi dia sulit terganti. Jika diingat kembali, betapa lucunya kisah kami. Aku tidak pernah berbicara dengannya, tak pernah sebentarpun menyapa, tapi kisah ini tecipta oleh karena satu permainan sederhana. Aku tau, kenangan ini sudah menjadi sebuah cerita lama yang mulai usang.
Tapi, aku harus tetap melangkah bukan? Hidup terlalu cepat berputar hanya untuk diam di tempat. Kenangan itu selalu berhasil membuat aku tersenyum tanpa alasan. Sebenarnya aku masih suka memandangi jalan ini dari jendela rumah, dengan satu imajinasi yang terbungkus rapih menjadi sebuah harapan. Sebuah imajinasi bahwa dia akan datang berdiri disana, menggenggam kepingan lain kenangan yang aku cari.
Memang aku tidak lagi menangis saat mengingat hal kecil tentangmu, aku tidak lagi bersedih saat membaca namamu. Tapi kau tau? Aku justru tersenyum seperti orang bodoh saat aku tau aku tau kau sudah pergi, dan aku kehilanganmu.
READ MORE - Setapak Cerita Lama